ilustrasi: pinterest

Wasiat Rahasia Nabi Khidir AS kepada Nabi Musa AS

بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى مُحَمَّدٍ وَاٰلِهِ مَعَ التَّسْلِيْمِ وَبِهِ نَسْتَعِيْنُ فِى تَحْصِيْلِ الْعِنَايَةِ الْعَآمَّةِ وَالْهِدَايَةِ التَّآمَّةِ، آمِيْنَ يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ

Bismillãhirrahmãnirrahîm
Was-shalãtu was-salãmu ‘alã Muhammadin wa ãlihî ma’at taslîmi wa bihî nasta’înu fî tahshîlil ‘inâyatil ‘ãmmati wal-hidãyatit tãmmah, ãmîn yã Rabbal ‘ãlamîn.

“Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad dan keluarganya, kepadaNya kami memohon pertolongan dalam mencapai inayahNya yang umum dan petunjukNya yang sempurna, ãmîn yã Rabbal ‘ãlamîn”.

Saudaraku yang dikasihi Allah SWT. Berikut adalah nasehat-nasehat Nabi Khidir AS kepada Nabi Musa AS yang dikutip dari berbagai Kitab Tasawuf.

Ketika Nabi Khidir AS hendak berpisah dengan Nabi Musa AS, dia (Musa) berkata, “Berilah aku wasiat”.
Lalu Nabi Khidir menjawab;  “Wahai Musa, jadilah kamu orang yang berguna bagi orang lain, Janganlah sekali-kali kamu menjadi orang yang hanya menimbulkan kecemasan di antara mereka sehingga kamu dibenci mereka. Jadilah kamu orang yang senantiasa menampakkan wajah ceria dan janganlah sampai mengerutkan dahimu kepada mereka. Janganlah kamu keras kepala atau bekerja tanpa tujuan. Apabila kamu mencela seseorang hanya karena kekeliruannya saja, kemudian tangisi dosa-dosamu, wahai Ibnu Imron!”. (Al-Bidãyah wan-Nihãyah juz I hal. 329 dan Ihyã’ Ulumuddîn juz IV hal. 56).

Diriwayatkan bahwa setelah Nabi Khidir akan meninggalkan Nabi Musa, dia (Khidir) berpesan kepadanya,  “Wahai Musa, pelajarilah ilmu-ilmu kebenaran agar kamu dapat mengerti apa yang belum kamu pahami, tetapi janganlah sampai kamu jadikan ilmu-ilmu hanya sebagai bahan omong kosong belaka (berdebat)”. (Riwayat Ibnu Abi Hatim dan Ibnu Asakir).

Berikut point-point wasiat Nabi Khidir AS kepada Nabi Musa AS:

1. “Wahai Musa, sesungguhnya orang yang selalu memberi nasehat itu tidak pernah merasa jemu seperti kejemuan orang-orang yang mendengarkan”.

Memberi nasehat kepada orang lain janganlah mengharapkan sesuatu imbalan apapun kecuali ridha Allah dan tugas menyampaikan. Tugas menyampaikan dan mensyiarkan agama Allah adalah tugas setiap umat muslim.

Firman Allah SWT dalam surat Al-Hajj ayat 32 mengatakan:

ذٰلِكَ وَمَنْ يُّعَظِّمْ شَعَاۤئِرَ اللّٰهِ فَإِنَّهَا مِنْ تَقْوَى الْقُلُوْبِ ۞

“Demikianlah (perintah Allah). Dan barang siapa mengagungkan syiar-syiar Allah maka sesungguhnya itu timbul dari ketaqwaan hati”.

Dan kita sendiri jangan merasa bosan-bosan untuk mendengarkan para pendakwah itu, karena hal itu termasuk thalabul ‘ilmi yang diwajibkan pada setiap muslim, walaupun ilmunya banyak.

2. “Maka janganlah kamu berlama-lama dalam menasehati kaummu”.

Berilah nasehat singkat, padat, berisi dan yang penting tidak membosankan. Dan ketahuilah bahwa hatimu itu ibarat sebuah bejana yang harus kamu rawat dan pelihara dari hal-hal yang bisa memecahkannya.
Iman di dalam hati belum tentu sudah kokoh tanpa dijaga, dirawat dan dipelihara karena lapisan luar hati masih dipenuhi oleh hawa nafsu yang selalu mengajak ke arah perbuatan yang kurang baik. Maka dari itu, waspadalah dalam menjaga hati jangan sampai hati terpengaruh dari hasutan syaitan yang cara penyusupan penyerangannya melalui hawa nafsu. Apabila hati sudah terkena pengaruh hawa nafsu pecahlah hati ini. Dan hati-hatilah dalam menjaganya.

4. “Kurangilah usaha-usaha duniawimu dan buanglah jauh-jauh dibelakangmu, karena dunia ini bukanlah alam yang akan kamu tempati selamanya”.

Dunia yang kita tempati ini tidaklah selamanya kita tempati dan setelah selesai hidup kitapun pindah di alam lain. Maka kumpulkan amal kebajikan untuk modal menuai di akhirat nanti. Jangan buang-buang masa, tanamlah amalmu untuk menggapai kebahagiaan di alam akhirat. Apabila tidak ditanami amal kebajikan, apa yang diambil di sana kita akan rugi di dunia dan di akhirat. Waktu kita di dunia hanya sebentar, tidaklah lama sebagaimana keterangan surat An-Naziyat ayat 46:

كَاَنَّهُمْ يَوْمَ يَرَوْنَهَا لَمْ يَلْبَثُوْٓا اِلَّا عَشِيَّةً اَوْ ضُحٰىهَا ࣖ ۞
“Pada hari mereka melihat hari kebangkitan itu, mereka merasa seakan-akan tidak tinggal (di dunia) melainkan (sebentar saja) diwaktu sore atau di pagi hari”.

5. “Kamu diciptakan adalah untuk mencari tabungan pahala-pahala akhirat nanti”.

Semua makhluk yang bernama manusia beramar ma’ruf nahi munkar. Mengerjakan amal yang baik untuk bekal di akhirat serta mencegah hal yang munkar untuk diri sendiri dan dilanjutkan kepada orang lain yang menjalani hal yang munkar yang dilarang.

6. “Bersikap ikhlaslah dan bersabar hati menghadapi kemaksiatan yang dilakukan kaummu”.

Sabar dalam menghadapi kemaksiatan di lingkungannya, ini bukan berarti diam tetapi sabar dalam bentuk berusaha mencegah dan menggantikan dengan perbuatan yang baik. Apabila mengalami kesulitan, bersabarlah, mencari solusinya dan jalan keluar yang baik.

7. “Hai Musa, tumpahkanlah seluruh pengetahuan (ilmu) mu, karena tempat yang kosong akan terisi oleh ilmu yang lain”.

Kewajiban manusia yang berilmu untuk membagi ilmunya kepada orang lain yang memerlukan. Bukan ilmu yang diberikan kepada orang lain itu habis tetapi malah sebaliknya justru bertambah banyak. Apa sebabnya?. Karena, ilmu yang kita berikan kepada orang lain dengan ikhlas dan ridha, Allah pun ridha menambah ilmu-Nya kepada orang tersebut.

8. “Janganlah kamu banyak membicarakan ilmumu itu, karena akan dipisahkan oleh kaum ulama”.

Membicarakan ilmu yang sudah dicapai dengan ilmu mukãsyafah dengan orang yang di luar kelompoknya yang masih di bawah jauh dari ilmu yang dicapai, maka akan terjadi kurang baik bagi dirinya juga bagi orang lain.

Pendapat mengenai hal ini, Imam al-Ghazali mengatakan,  “Pengetahuan-pengetahuan yang begini yang hanya boleh dikemukakan melalui isyarat, tidak diperkenankan untuk diketahui setiap manusia. Begitulah halnya dengan orang yang berpengetahuan tersebut tersingkap padanya, dia tidak boleh mengungkapkannya kepada orang yang pengetahuan tersebut tidak tersingkap atasnya”. (Sufi dari Z.Z. hal. 181).

9. “Maka bersikaplah sederhana saja, sebab sederhana itu akan menghalangi aibmu dan akan membukakan taufiq hidayah Allah untukmu”.

Menjalani kehidupan dengan kesederhanaan ini berarti sudah meninggalkan kehidupan keterikatan dengan keduniawian. Banyak tokoh-tokoh Sufi yang tadinya hidup dalam kemewahan ditinggalkannya untuk hidup dalam kesederhanaan. Dengan hidup sederhana hatinya tidak disibukkan dengan harta. Ibadah kepada Allah lebih tenang dan khusu’, dalam pendekatannya kepada Allah serasa tak mengalami kesulitan.

10. “Berantaslah kejahilanmu dengan cara membuang sikap masa bodohmu (ketidak pedulian) yang selama ini menyelimutimu”.

Menahan dan menyingkirkan sifat-sifat yang kurang baik bukan main susahnya kalau tidak dilandasi dengan dzikir qalbu. Sebab dzikir qalbu dapat mengikis sifat-sifat yang kurang baik yang sekian lama membelenggu diri.

Dengan dzikrullah yang dikerjakan di dalam qalbu, di samping menghilangkan sifat-sifat yang kurang baik, sifat-sifat yang baik pun menguasai diri dan menambah ketenangan dan ketentraman hati.

11. “Itulah sifat orang-orang arif dan bijaksana, menjadi rahmat bagi semua”.

Orang-orang arif Billah dan orang-orang Sufi kebanyakan adalah para wali Allah yang menjadi rahmat bagi semua orang.

12. “Apabila orang bodoh datang kepadamu dan mencacimu, redamlah ia dengan penuh kedewasaan serta keteguhan hatimu”.

Meredam kemarahan orang yang memarahi di awali melatih penahanan hawa nafsu dan meredam keinginan hawa nafsu yang ingin bergolak. Setelah mampu meredam hawa nafsu, maka amarah orang lain akan mampu kamu redam dengan kelembutan sifat dan keteguhan hati.

13. “Hai putra Imron, kamu sadari bahwa ilmu Allah yang kamu miliki hanya sedikit. Ilmu yang dipunyai manusia itu hanya sedikit, itupun Allah-lah yang memberinya. Sedangkan ilmu yang Allah miliki tak terhingga”.

Sebagaimana di surat Luqman 27:

وَلَوْ اَنَّ مَا فِى الْاَرْضِ مِنْ شَجَرَةٍ اَقْلَامٌ وَّالْبَحْرُ يَمُدُّهٗ مِنْۢ بَعْدِهٖ سَبْعَةُ اَبْحُرٍ مَّا نَفِدَتْ كَلِمٰتُ اللّٰهِ ۗاِنَّ اللّٰهَ عَزِيْزٌ حَكِيْمٌ  ۞

“Dan seandainya pohon-pohon di bumi menjadi pena dan laut (menjadi tinta), ditambahkan kepadanya tujuh laut (lagi) sesudah (kering) nya, niscaya tidak akan habis-habisnya (dituliskan) kalimat Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”.

14. “Sesungguhnya menutup-nutupi kekurangan yang ada pada dirimu atau bersikap sewenang-wenang adalah menyiksa diri sendiri”.

Menutupi kekurangan diri sendiri juga sama dengan menutup diri yang tidak mau menerima dari luar diri. Akhirnya, kebodohan yang didapatkan sebaiknya sifat terbuka atau keterbukaan dari segala hal akan terbukalah hal-hal yang tersembunyi. Termasuk dapat terbukanya ilmu Allah maka jangan tutupi dirimu, terbukalah.

15. “Janganlah kamu buka ilmu ini jika kamu tidak boleh menguncinya. Jangan pula kamu kunci pintu ilmu ini jika tidak tahu bagaimana membukanya, hai putra Imron”.

Membuka ilmu adalah tugas seorang guru, mursyid, atau pembimbing. Jadi beliau sudah mampu membuka dan menutup ilmu. Kenapa ilmu yang sudah dijalani oleh seorang murid ditutup? Hal itu disebabkan pada diri si murid ada kesalahan besar yang sudah tidak dapat lagi diajak memperbaiki untuk meluruskan pelajaran ilmunya.

Makanya harus ditutup, supaya di belakang hari tidak ada permasalahan yang lebih besar lagi. Kalau tidak tahu cara menutup ilmu, jangan sekali-kali membukanya walau tahu cara membuka ilmu tersebut.

16. “Barangsiapa yang menumpuk-numpuk harta benda, dia sendiri bakal mati tertimbun dengannya hingga dia merasakan akibat dari kerakusannya itu”.

Sebagaimana kisah kerakusannya Qorun, dia seorang yang tamak terhadap harta tidak dipergunakan untuk perjuangan agama Allah, sehingga dia tertimbun hartanya sendiri.

17. “Namun, semua hamba yang selalu mensyukuri karunia Allah serta memohon kesabaran atas ketentuan-ketentuan Nya, dialah hamba yang zuhud dan patut diteladani”.

Allah SWT pun murka sebagaimana diterangkan dalam surat Ibrahim ayat 34:

وَاٰتٰىكُمْ مِّنْ كُلِّ مَا سَاَلْتُمُوْهُۗ وَاِنْ تَعُدُّوْا نِعْمَتَ اللّٰهِ لَا تُحْصُوْهَاۗ اِنَّ الْاِنْسَانَ لَظَلُوْمٌ كَفَّارٌ ࣖ ۞

“Dia telah menganugerahkan kepadamu segala apa yang kamu mohonkan kepada-Nya. Jika kamu menghitung nikmat Allah, niscaya kamu tidak akan mampu menghitungnya. Sesungguhnya manusia itu benar-benar sangat zalim lagi sangat kufur”.

Juga sabda Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Muslim:

عَنْ أَبِيْ يَحْيَى صُهَيْب بْنِ سِنَان رَضِيَ اللّٰهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللّٰهِ ﷺ: عَجَبًا لِأَمْرِ الْمُؤْمِنِ، إِنَّ أَمْرَهُ كُلُّهُ لَهُ خَيْرٌ، وَلَيْسَ ذَلِكَ لِأَحَدٍ إِلَّا لِلْمُؤْمِنِ، إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءٌ شَكَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ، وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّآءٌ صَبَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ « رواه مسلم ».

“Dari Abi Yahya Shuhaib bin Sinan ra. berkata: Rasulullah SAW bersabda; sangat mengagumkan keadaan seorang mukmin sebab segala keadaannya untuk ia sangat baik dan tidak mungkin terjadi demikian kecuali bagi seorang mukmin, jika mendapat nikmat ia bersyukur, maka syukur itu lebih baik baginya dan bila menderita kesusahan ia bersabar, maka sabar itu lebih baik baginya”.

18. “Bukankah orang yang seperti itu mampu mengalahkan nafsu syahwatnya dan dapat memerangi bujuk rayu syaitan?”

Syaitan membujuk manusia sejak Nabi Adam AS diciptakan di surga. Dia iri dengan Nabi Adam karena Nabi Adam diciptakan lebih sempurna dari dia. Bahkan dia (iblis) disuruh bersujud kepada Nabi Adam tidak mau. Sebab menurut dia, dia lebih dahulu dan lebih tinggi dari Nabi Adam AS, karena dia tercipta dari api.
Dengan tidak maunya iblis bersujud kepada Nabi Adam AS, maka diusirlah dia oleh Allah SWT dari surga, dan disuruh menempati neraka selamanya. Iblis mau menerima itu, tapi dia masih meminta tangguh dan dalam penangguhan itu, ia meminta lagi untuk menggoda anak cucu Nabi Adam AS. Dan hanya orang-orang yang ikhlaslah, iblis tidak dapat menggoda. Sebagaimana firman Allah di surat Al-Hijr ayat 30-42:

فَسَجَدَ الْمَلٰۤىِٕكَةُ كُلُّهُمْ اَجْمَعُوْنَۙ ۞ اِلَّآ اِبْلِيْسَۗ اَبٰىٓ اَنْ يَّكُوْنَ مَعَ السّٰجِدِيْنَ ۞ قَالَ يٰٓاِبْلِيْسُ مَا لَكَ اَلَّا تَكُوْنَ مَعَ السّٰجِدِيْنَ ۞ قَالَ لَمْ اَكُنْ لِّاَسْجُدَ لِبَشَرٍ خَلَقْتَهٗ مِنْ صَلْصَالٍ مِّنْ حَمَاٍ مَّسْنُوْنٍ ۞ قَالَ فَاخْرُجْ مِنْهَا فَاِنَّكَ رَجِيْمٌۙ ۞ وَّاِنَّ عَلَيْكَ اللَّعْنَةَ اِلٰى يَوْمِ الدِّيْنِ ۞ قَالَ رَبِّ فَاَنْظِرْنِيْٓ اِلٰى يَوْمِ يُبْعَثُوْنَ ۞ قَالَ فَاِنَّكَ مِنَ الْمُنْظَرِيْنَۙ ۞ اِلٰى يَوْمِ الْوَقْتِ الْمَعْلُوْمِ ۞ قَالَ رَبِّ بِمَآ اَغْوَيْتَنِيْ لَاُزَيِّنَنَّ لَهُمْ فِى الْاَرْضِ وَلَاُغْوِيَنَّهُمْ اَجْمَعِيْنَۙ ۞ اِلَّا عِبَادَكَ مِنْهُمُ الْمُخْلَصِيْنَ ۞ قَالَ هٰذَا صِرَاطٌ عَلَيَّ مُسْتَقِيْمٌ ۞ اِنَّ عِبَادِيْ لَيْسَ لَكَ عَلَيْهِمْ سُلْطٰنٌ اِلَّا مَنِ اتَّبَعَكَ مِنَ الْغَاوِيْنَ ۞
“(30) Lalu, para malaikat itu bersujud semuanya bersama-sama, (31) kecuali Iblis. Ia enggan ikut bersama para (malaikat) yang bersujud. (32) Dia (Allah) berfirman, “Wahai Iblis, apa yang menyebabkanmu enggan bersama mereka yang bersujud itu?” (33) Ia (Iblis) berkata, “Aku sekali-kali tidak akan bersujud kepada manusia yang Engkau ciptakan dari tanah liat kering dari lumpur hitam yang diberi bentuk.” (34) (Allah) berfirman, “Keluarlah darinya (surga) karena sesungguhnya kamu terkutuk. (35) Sesungguhnya kamu terlaknat sampai hari Kiamat.” (36) (Iblis) berkata, “Wahai Tuhanku, tangguhkanlah (usia)-ku sampai hari mereka (manusia) dibangkitkan.” (37) (Allah) berfirman, “Sesungguhnya kamu termasuk golongan yang ditangguhkan (38) sampai hari yang telah ditentukan waktunya (kiamat).” (39) Ia (Iblis) berkata, “Tuhanku, karena Engkau telah menyesatkanku, sungguh aku akan menjadikan (kejahatan) terasa indah bagi mereka di bumi dan sungguh aku akan menyesatkan mereka semua, (40) kecuali hamba-hamba-Mu yang terpilih (karena keikhlasannya) di antara mereka.” (41) Dia (Allah) berfirman, “Ini adalah jalan lurus yang Aku jamin (ditunjukkan kepada hamba-hamba-Ku itu). (42) Sesungguhnya kamu (Iblis) tidak kuasa atas hamba-hamba-Ku kecuali mereka yang mengikutimu, yaitu orang-orang yang sesat.”

19. “Dan Dia pula orang yang mengetam buah dari ilmu yang selama ini dicarinya”.

Dari Abu Darda RA, Rasulullah SAW bersabda:

عَنْ أَبِي الدَّرْدَاءِ رَضِيَ اللّٰهُ عَنْهُ عَنِ النَّبِيِّ ﷺ قَالَ: مَنْ سَلَكَ طَرِيْقًا يَبْتَغِيْ فِيْهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللّٰهُ لَهُ طَرِيْقًا إِلَى الْجَنَّةِ، وَإنَّ الْمَلَائِكَةَ لَتَضَعُ أجْنِحَتَهَا لِطَالِبِ الْعِلْمِ رِضًا بِمَا يَصْنَعَ، وَإِنَّ الْعَالِمَ لَيَسْتَغْفِرُ لَهُ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَمَنْ فِي الْأَرْضِ حَتَّى الْحَيْتَانُ فِي الْمَآءِ، وَفَضْلُ الْعَالِمِ عَلَى الْعَابِدِ كَفَضْلِ الْقَمَرِ عَلَى سَآئِرِ الْكَوَاكِبِ، وَإنَّ الْعُلَمَآءَ وَرَثَةُ الْأَنْبِيَآءِ، وَإنَّ الْأَنْبِيَآءَ لَمْ يُوَرِّثُوْا دِيْنَارًا وَلَا دِرْهَمًا وَإِنَّمَا وَرَّثُوا الْعِلْمَ، فَمَنْ أَخَذَهُ أَخَذَ بحَظٍّ وَافِرٍ . « رواه أبو داود والترمذي وابن ماجه والدارمي وأحمد »

“Barangsiapa yang melalui suatu jalan untuk menuntut ilmu Allah akan memudahkan baginya jalan ke surga. Dan para malaikat selalu meletakkan sayapnya untuk menaungi orang-orang yang menuntut ilmu, karena senang dengan apa yang mereka lakukan. Dan bagi orang-orang yang alim, dimintakan ampun untuknya oleh penduduk langit dan bumi serta oleh ikan-ikan yang ada di air. Dan keutamaan orang alim terhadap ahli ibadah (yang tidak memiliki ilmu) adalah bagaikan kelebihan sinar bulan atas bintang-bintang lainnya. Dan sesungguhnya ulama’ adalah pewaris para nabi, dan sesungguhnya para nabi tidak mewariskan dinar dan dirham (kekayaan dunia), akan tetapi mereka mewariskan ilmu. Maka barangsiapa yang mengambil ilmu itu, berarti ia telah mengambil bagian yang sempurna”. (HR. Abu Dawud, Tirmidzi, Ibnu Majah, Ad-Darami dan Ahmad). (Pesan-Pesan Rasulullah hal. 167- 168).

20. “Segala amal kebajikannya akan dibalas dengan pahala di akhirat”.

Sekecil apapun amal kebajikan yang kita kerjakan di dunia, Allah akan membalasnya karena di dunia ini kita diwajibkan menanam amal sebanyak-banyaknya. Surat Az-Zalzalah ayat 7 menerangkan:

فَمَنْ يَّعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا يَّرَهٗۚ ۞

“Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrah pun, niscaya dia akan melihat (balasan) nya”.

21. Sedangkan kehidupan dunianya akan tenteram di tengah-tengah masyarakat yang merasakan jasanya. Jasa seorang pahlawan dikenang sepanjang masa oleh rakyat”.

22. “Hai Musa, pelajarilah olehmu ilmu-ilmu pengetahuan agar kamu dapat mengetahui segala yang belum kamu ketahui, misalnya masalah-masalah yang tidak dapat dikatakan atau dijadikan bahan pembicaraan saja”.

Ilmu yang tidak boleh diterangkan itu ada beberapa macam, antara lain penyampaiannya memakai bahasa isyarat, bahasa gerak, bahasa perumpamaan, bahasa kias, dan bahasa simbolis. Ada juga yang memakai bahasa qalbu. Ada juga cara penyampaiannya lewat mimpi dan yang setengah sadar. Menerima pelajaran seperti itu semua memang tidak dapat dikisahkan kepada orang yang belum boleh memahaminya.
Mempelajari ilmu yang seperti itu dimulai dengan dzikir qalbu dan menghidupkan perasaan antara lain, perasaan lahiriyah (fisik), perasaan akal (otak), perasaan qalbu (hati), serta menghidupkan perasaan indera-indera dzãhiriyah maupun indera-indera bãthiniyah.

23. “Itulah penuntun jalanmu dan orang-orang akan disejukkan oleh hatimu”.

Menjadi seorang penuntun yang diawali dari tuntunan oleh seseorang yang sudah ahlinya. Karena kita ini ditunggu oleh mereka, maka persiapkan dirimu untuk mereka. Sebab keberadaan sang penuntun di tengah-tengah mereka hatinya merasa tenteram.

24. “Hai Musa putra Imron, jadikanlah pakaianmu bersumber dari dzikir dan fakir serta perbanyaklah amal kebajikan”.

Pakaian taqwa adalah yang paling baik untuk dipakai. Dzikir adalah sarana pokok dalam kekokohan taqwa. Buahnya dzikir itu bertafakkur. Ketafakkuran menghasilkan perenungan yang diamalkan dalam keseharian berbakti kepada Allah SWT.

25. “Suatu hari kamu tidak dapat mengelak dari kesalahan, maka pintalah ridha Allah SWT dengan berbuat kebajikan, karena pada saat-saat tertentu akalmu pasti melanggar larangan-Nya”.

26. “Sekarang telah kupenuhi kehendakmu untuk memberi pesan-pesan kepadamu”.

27. “Pesanku ini tidak akan sia-sia apabila kamu mau menurutinya”.

Setelah itu, Nabi Khidir AS meninggalkan Nabi Musa AS yang duduk termenung dalam tangis kesedihan dan Kepiluan.

Wallãhu A’lamu bish-Shawãb
_____

Oleh : KPHAd Panembahan Derajat Hadiningrat
Ketua Pasulukan Loka Gandasasmita

Sumber: Kitab Al-Bidãyah wan-Nihãyah, Kitab Ihyã’ Ulumuddîn, dan Sufi dari Z.Z., serta Nota Ilmu Syariat Tarikat Hakikat Makrifat

Source: TV Tarekat

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*